Rasa Berbudaya itu Selera

 

 Logika papuyu (tanggapan atas tulisan dinda Hasbiyani Ghani )

Bermula tulisan ini dari kenangan tentang suatu masa  tahun akhir 1980 an dan  atau awal 1990 an. Lalu terpicu oleh sebuah tulisan sang Mahasiswa ULM (tahun kenangan 1990 ialah UNLAM) Fakultas MIPA pada Wasakasatu blogspot awal Syawal 1443 Hijriah yaitu minggu pertama bulam Mei 2022. 

Papuyu dan Pesan Tanpa Suara, demikian judul artikel yang ditulis oleh Hasybiyani Ghani  itu. Soal selera tepatnya.

Maka pada jaman dahulu (kala) tersebut seorang Profesor dan Doktor pertama yang dengan nyata menjadi kawan diskusi setengah debat. Dalam konteks kesenjangan derajat pendidikan dengan penulis predikat masih kuliah yang kelulusnya saja masih harus diperjuangkan, dengan segala teknik dan “ngilmu”.

Beliau adalah Prof. DR. Ir. Ali Hasymi. Dengan pengabdian ilmiah tertinggi  adalah Rektor Universitas Palangkaraya.  

Kami saling kenal di kampus UNLAM. Diskusi setengah debat ini dengan banyak topic, salah satunya soal Papuyu dan Selera.  Hanya karena selera masyarakat Banjar dan sekitarnya maka Papuyu memiliki nilai ekonomis sangat tinggi. Sejatinya seperti itulah kesimpulan dari beliau. Peristiwa ini sangat mungkin terjadi dalam sebuah seminar, karena waktu itu sedang serius disiapkan saluran irigasi dari bendungan Riam kanan, Bendung HPM Noor. Oh ya jika bendungan ini jebol wah dalam hitungan menit Martapura, sebagian Banjarbaru, Banjarmasin dan sebagian Batola seperti diterjang tsunami  (lihat Wasakasatu Blogspot dalam judul Kiamat itu Pasti, serial ).

Peristiwa bahwa papuyu dahsyat karena selera bisa juga terjadi di halaman mesjid Al Baitar. Sebuah mesjid kampus tempat kami sering harus saling ngotot dekat dan seputaran masalah jedeng (bak tempat wudhu). Atau saat beliau member materi pada pengkaderan Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Banjarbaru dimana penulis sering terlibat dalam rangka penyiapan konsumsi peserta.

Posisi atau nilai papuyu terus saja terpelihara berkaitan juga dengan sulitnya budidaya Papuyu. Perkebangan teknik budidaya ini bermaksud memenuhi permintaan konsumen (baca :pasar). Papuyu tangkap di kawasan Lahan Basah (wetland dengan genangan mencapai 8 bulan dalam 12 bulan. Makin sulit didapatkan khusus utamanya soal ukuran besar dan berat per ekor.

Penulis dikenalkan oleh Bapak Hilmi Arifin, perihal papuyu dengan ulasan lebih luas. Secara umum beliau menjelaskan bahwa Papuyu alam liar dapat dikenali dari ukuran rerata perekor dan rasa dagingnya. Kemudian kawasan wetland dapat juga menerangkan perihal diatas.

Bertempat di Kawasan Kota Santri pada awal tahun 2016 penulis adalah murid beliau dalam Pelatihan Budidaya Papuyu Sistem Biofloc. Sebagai mentor beliau telah berhasil melakukan budidaya tersebut di Banjarbaru.   Pelatihan ini bersertifikat dan berbayar.

Mari kita cek and cek ulang. Papuyu di Kapuas dan Pulang Pisau lebih besar namun rasanya kurang maknyus dibandingkan papuyu di Baruh Marabahan sampai Amuntai. Namun papuyu yang lebih Maknyus ini sulit menjadi besar. Maka sebaiknya dilakukan persilangan antara papuyu cepat besar dengan si maknyuus yang sulit besar.

Sampailah kita pada deretan selera sekalipun ternyata dibutuhkan logika dan tindakan tindakan ilmiah.

Karenanya mungkin jangan ragu dan bimbang bahwa rasa dan pikir harus kita selaraskan. Itu makanya mengemas air (saja) mesti bicara selera yang mengandung rasa dan pikir.

 


Rasa Berbudaya itu Selera 4.5 5 Ahmad Faisal   Logika papuyu (tanggapan atas tulisan dinda Hasbiyani Ghani ) Bermula tulisan ini dari kenangan tentang suatu masa   tahun akhir 1980 an...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mohon komentarnya dengan bahasa yang sopan, terima kasih atas kunjungannya.