Bandarlampung (ANTARA News) - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie mengingatkan kepada pemerintah dan mengajak para pihak, untuk mendukung pengukuhan kesatuan masyarakat hukum adat yang dipastikan bukan menjadi rintangan maupun ancaman bagi kemajuan pembangunan bangsa Indonesia.
"Pengukuhan kesatuan masyarakat hukum adat bukan ancaman atau rintangan dalam pembangunan, tapi justru merupakan modal bagi upaya mencapai kemajuan pembangunan," kata Jimly dalam seminar Penyusunan Strategi Kebijakan Pasca-Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-MK/2012 tentang Pengakuan Hutan Adat dan Dinamika Masyarakat Hukum Adat, di Bandarlampung, Senin.
Seminar diselenggarakan kerja sama Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas-HAM) dengan Fakultas Hukum Universitas Lampung (Unila) yang menghadirkan kalangan pejabat, penegak hukum, akademisi, praktisi hukum, LSM, tokoh adat, dan berbagai pihak lainnya.
Menurut Jimly, saat ini tak perlu lagi pemerintah memiliki ketakutan dan kecemasan atas keberadaan kesatuan masyarakat hukum adat.
Karena itu, dia menyatakan mendukung upaya yang dilakukan Komnas-HAM untuk memfasilitasi agar hak-hak kesatuan masyarakat hukum adat mendapatkan pengakuan dari negara sebagaimana mestinya, termasuk hutan adat yang dimilikinya.
Penasehat Komnas-HAM itu menegaskan bahwa pengukuhan kesatuan masyarakat hukum adat adalah modal bagi kemajuan peradaban bangsa kita ini.
Namun dia mengingatkan lagi bahwa nyaris tak mungkin menyerahkan sepenuhnya urusan itu kepada pemerintah atau negara dan para wakil rakyat, melainkan perlu upaya dari semua pihak untuk menjadikannya sebagai wacana publik agar dapat mendorong penentu kebijakan mengakomodasinya.
Dia menyatakan, perlu upaya penyadaran masyarakat yang makin meluas.
"Persoalan pengukuhan kesatuan masyarakat hukum adat adalah masalah serius, bahkan menjadi roh bangsa dan masyarakat kita serta modal untuk memajukan bangsa Indonesia," ujarnya.(*)
"Pengukuhan kesatuan masyarakat hukum adat bukan ancaman atau rintangan dalam pembangunan, tapi justru merupakan modal bagi upaya mencapai kemajuan pembangunan," kata Jimly dalam seminar Penyusunan Strategi Kebijakan Pasca-Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-MK/2012 tentang Pengakuan Hutan Adat dan Dinamika Masyarakat Hukum Adat, di Bandarlampung, Senin.
Seminar diselenggarakan kerja sama Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas-HAM) dengan Fakultas Hukum Universitas Lampung (Unila) yang menghadirkan kalangan pejabat, penegak hukum, akademisi, praktisi hukum, LSM, tokoh adat, dan berbagai pihak lainnya.
Menurut Jimly, saat ini tak perlu lagi pemerintah memiliki ketakutan dan kecemasan atas keberadaan kesatuan masyarakat hukum adat.
Karena itu, dia menyatakan mendukung upaya yang dilakukan Komnas-HAM untuk memfasilitasi agar hak-hak kesatuan masyarakat hukum adat mendapatkan pengakuan dari negara sebagaimana mestinya, termasuk hutan adat yang dimilikinya.
Penasehat Komnas-HAM itu menegaskan bahwa pengukuhan kesatuan masyarakat hukum adat adalah modal bagi kemajuan peradaban bangsa kita ini.
Namun dia mengingatkan lagi bahwa nyaris tak mungkin menyerahkan sepenuhnya urusan itu kepada pemerintah atau negara dan para wakil rakyat, melainkan perlu upaya dari semua pihak untuk menjadikannya sebagai wacana publik agar dapat mendorong penentu kebijakan mengakomodasinya.
Dia menyatakan, perlu upaya penyadaran masyarakat yang makin meluas.
"Persoalan pengukuhan kesatuan masyarakat hukum adat adalah masalah serius, bahkan menjadi roh bangsa dan masyarakat kita serta modal untuk memajukan bangsa Indonesia," ujarnya.(*)
masyarakat adat cikal bakal masyarakat modern?
BalasHapusModeren mengakui eksistensi diri dengan daya beli tidak lagi kemanfaatan
Hapuswelcome to the jungle
BalasHapusJungkir? Inspirative banget kita mesti bedakan hutan dengan rimba kayaknya
Hapus