Kota Jogja alias Yogyakarta, terminology ini cukup untuk menggambarkan sedikitnya dua (2) hal. Pertama Kota yang bernuansa Pendidikan, dalam hal ini lebih dekat pada pendidikan tinggi atau yang muridnya lebih rela disebut Maha-siswa. Kedua adalah sebuah kota yang memiliki rentang sejarah yang panjang dan "lengkap".
Berada di Pulau Jawa bagian tengah tapi bukan Jawa Tengah karena memiliki status Istimewa dalam ketatanegaraan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Cerita (ku) kali ini lebih dekat pada posisi Yogja - gabungan dari Yogyakarta dengan Jogja- sebagai kota perguruan tinggi.
Sehabis perlehatan Wisuda dan pelepasan sarjana; kami melanjutkan silaruhim keluarga. Wisata pantai yang berkoliner. Berburu oleh oleh murah meriah dan tetap memberikan bukti telah menjelajah sebagian wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta.
Bergerak menuju tempat penjualan dan pembuatan Pia dan Bakpia. Tanpa rencana detail, peran sopir dilakoni. Inti cerita bermula di Negeri tanpa Cina ini!!!!. Memasuki pekarangan melalui jalur sempit seukuran mobil minibus juru parkir memandu dengan gayanya nan khas- meski tanpa peluit. Semua penumpang telah turun dan diarahkan menuju ruang pamer. Sang juru parkir menyapa "sopir ya? Entah kepada siapa diantara kami berdua yang duduk di depan dan turun paling belakangan. " Ya ini sopir saya" tegasku.
Setelah pilih beragam panganan khas Yogja, bayar di kasir dengan mesin penghitung elektronik. Barang belanjaan kemudian dibungkus rapi dengan identitas produsen yang jelas dan mencolok. Atau dalam bahasa ilmiahnya packaging dengan cantik menarik. Pengunjung; sang wisatawan ini dibiarkan berlenggang saja karena bungkusan diangkat oleh petugas atau wiraniaga sampai ke mobil.
Tokoh kita mulai terkuak. Petugas parkir kembali memandu dan mengarahkan maju dan mudur mobil. Maklum tempat sempit dengan pengunjung lumayan, buktinya ada lebih dari 5 mobil lain parkir. Dua kali mundur dan dua kali maju. Tiba tiba----- kaca mobil kami diketok Juru parkir. " MAAF MAS, BAGASINYA KURANG RAPI" itu kata kata terakhir yang kudengar dari juru parkir. Dengan gerutu sepatutnya sopir kami turun " ulun gin kada tapi paham bagasi mobil ninih" kira kira seperti itu gumamannya. (Baca dalam hati- mobil ini rentalan jua wal ai)
Selanjutnya aku tak tahu jelas tapi bagasi tak diutak atik. Sejenak kemudian sopir masuk dan melanjutkan perjalanan melalui jalur sempit itu. Ketika berada di jalan yang lebih lapang sang sopir bercerita kalau dia diintrigasi gaja Yogja oleh sang juru parkir berikut kutipannya: "Mas sopir tokh bukan keluarga? " Mereka nginap dimana?" dan mereka bertransaksi!
Juru parkir menyerahkan uang yang tersusun rapi dan distapler (dilarang Bank Indonesia lo)dalam dua gepok terpisah. Karena sopir tak bisa memeriksa lebih lanjut, uang dihitung beramai ramai. Maka disimpulkan bahwa sopir atau siapa saja yang membawa pembeli ke sana mendapatkan 10% dari nilai pembelanjaan. Pesannya adalah bisnis ini ramai dan makin ramai karena ada pembagian dan pendelegasian tugas, pembaghian rejeki, keadilan dan ………..cukup sekian.
makasih mang lah buah tangannya..mantap..sdh nampak "gaya" tulisan pian..
BalasHapusmakasih jua, walaupun balum tabaca, kauyuhan lagi nah
BalasHapusasa masih karasaan di ujung ilat nah oleh-olehnya, he..he mantap.
BalasHapusmantap, min dua
BalasHapussupaya kelepon kada lagi dijaja pas lampu habang ataw macet antre BBM
BalasHapus