Kemandirian Energi Bangsa Indonesia

 

kalau bukan penghianat atas asas keekonomian lantas apa namanya.

Kata Mandiri ini seakan sebuah istilah yang sulit untuk dicapai, jauh lebih sulit dari kata padanannya yaitu Swasembada dan swa swa lainnya. Penyebabnya adalah antara lain ketidak beranian untuk focus pada sebuah cita cita atau tujuan.
Untuk merengsek ke arah kemandirian Energi diperlukan empat (4) penopang utama yang wajib mendahuluinya. Namun keempat pilar ini bukanlah hal yang static tapi juga berkembang mengikuti kebutuhan dan tuntutan zaman.
Penopang pertama adalah kebijakan dan regulasi yang jelas dan berpihak. Harus diperhatikan pemerintah Indonesia dalam menyokong pemenuhan energi untuk kebutuhan dalam negeri Indonesia di masa depan.
Penopang kedua adalah ketersediaan dan kemandirian teknologi. Wajib dipahami bahwa ketersediaan teknologi yang telah kita kuasai secara paripurna akan mempercepat tercapainya tujuan dibandingkan dengan ketersedian teknologi tapi belum kita kuasai secara mandiri.
Penopang ketiga adalah investasi. Sekali ini mudah kita pahami bahwa dalam bidang energy ini sangat penting investasi yang bernuansa nasionalis, seperti kehadiran PLN sebagai BUMN yang mencari untung sembari menjaga pemerataan dan kebersamaan atan terseidanya listrik sampai pelosok negeri.
Penopang keempat adalah komunikasi yang terbuka dan saling menghargai. Pilar keempat ini bermakna sebagai upaya bersama dari sebuah bangsa yang memiliki tujuan bersama dalam kerangka bernegara. Pemerintah wajib mencari dan mencatat semua kebutuhan dan upaya pemenuhan energy yang terjadi dalam masyarakat sehingga kata Mandiri itu bukan sekadar data statistic belaka. Peran masyarakat dengan segala kearifan local bahkan kekayaan sumber energy local secara bergelombang akan meringankan beban untuk mencapai tujuan utama; Kemandirian Energi Bangsa.
 Mahasiswa, akademisi, praktisi dan kaum menengah lainnya harus juga mengontrol lewat kritisi yang membangun dari berbagai bentuk gerakan yang bermoral.
Apa yang telah kita miliki dan apa yang tidak atau belum kita miliki saat ini untuk bersama membangun kemandirian energy?
Perpres No. 5 Tahun 2006 tentang kebijakan energi nasional. Kita harus apresiasi kehadirannya dengan berbagai makna. Salah satunya adalah pembahasan yang lebih aplikatif sehingga tidak perlu terjadi lagi mobil ESEMKA siap tapi aturannya belum siap.
sumber energi lainnya seperti angin, air, matahari, bio-fuel, dan biogas yang cenderung dipandang sebelah mata, tanpa ada sebuah kebijakan detil yang mengarahkannya agar menjadi gerakan kemandirian energi yang sistemik.
PLN dengan kebijakan ultra nasionalis bagi kami lebih bersifat menghambat kemandirian energy bahkan bila menggunakan istilah lebih lembut ada KKN didalamnya. Faktanya seperti ini; PLN dengan pembangkit dari Batubara di Kalimantan Selatan mendapatkan batubara lebih murah lebih dari 20% dibandingkan pembangkit yang sama di pulau Jawa, sebagai akibat dari biaya transportasi –ongkos angkut kata moyang kami. Tapi penetapan harga listrik oleh PLN dalam hal ini pemerintah dengan persetujuan DPR adalah sama-adil-nasionalis. Jadi kalau bukan penghianat atas asas keekonomian lantas apa namanya.

Kemandirian Energi Bangsa Indonesia 4.5 5 Ahmad Faisal kalau bukan penghianat atas asas keekonomian lantas apa namanya. Kata Mandiri ini seakan sebuah istilah yang sulit untuk dicapai, ...


3 komentar:

  1. ayo kita bisa, merdeka, merdeka, merdeka ...

    BalasHapus
  2. wah pian menebak ujung dari rangkaian pemikiran kita. walau tidak sekeras Kalimantan Merdeka

    BalasHapus
  3. Mantap..kemandirian perlu komitmen, bukan komat kamit..(sstt..amang ical mampu membuat kita tersentil dlm tulisan ini..kita?..gue ga kaleee...)

    BalasHapus

Mohon komentarnya dengan bahasa yang sopan, terima kasih atas kunjungannya.