KHAS KALIMANTAN - BORNEO INDONESIA

 

habis gelap-gelap lagi 

Ahli HTN: UU Ketenagalistrikan Nyata-nyata Inkonstitusional!
Senin, 25 Maret 2013 , 20:59:00 WIB
Laporan: Widya Victoria
RMOL. Persoalan ketenagalistrikan belum memberi ruang yang memadai kepada daerah dalam konteks otonomi. Akibatnya, tak sedikit daerah yang kaya akan sumber daya alam sebagai bahan energi listrik, saat ini masih berjuang keluar dari belenggu krisis energi listrik itu sendiri.

Kejadian teraktual terjadi di Kota Tarakan, Kalimantan Timur. Kota penghasil minyak dan batubara ini memanas pada permulaan Maret lalu. Masyarakat yang sehari-hari disuguhi pemadaman listrik dalam waktu yang panjang meluapkan protesnya kepada PT.PLN (Persero) dan Walikota setempat. Ujung dari demontrasi itu, kantor Walikota dibakar massa.

"Daerah-daerah itu seolah mengalami krisis listrik di lumbung energi," kata dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, M.Rifqinizamy Karsayuda.

Jika dicermati, menurut dia, masalahnya bukan sekedar soal ikhtiar dan inisiatif pemerintah daerah setempat untuk keluar dari belenggu itu. Tapi lebih dari itu, ada pada regulasi yang masih mengekang ikhtiar untuk menyelesaikan krisis pada level daerah. Dan, ujung pangkal regulasi ketenagalistrikan yang masih amat sentralistik itu terletak pada ketentuan dalam UU 30/2009 tentang Ketenagalistrikan, khususnya pada Pasal 10 ayat (3) dan (4) UU a quo sebagaimana dimohonkan pemohon.

Sekedar diketahui, Rifqinizamy akan menjadi saksi ahli dalam sidang uji materiil Pasal 10 ayat (3) dan ayat (4) UU 30/2009 tentang Ketenagalistrikan terhadap Pasal 27 ayat (2), Pasal 28C ayat (1) dan Pasal 28H ayat (1) di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, besok (Selasa, 26/3).
Pemohon uji materi sendiri adalah Bupati Kabupaten Tanah Bumbu, Mardani H Maming.

Di sisi lain, Rifqinizamy menambahkan, keberadaan PT.PLN (Persero) juga menjadikan terbatasnya ruang bagi badan usaha lain, termasuk BUMD untuk turut serta menjadi penyedia usaha ketenagalistrikan di satu wilayah usaha ketenagalistrikan yang sama. Kendati di wilayah usaha ketenagalistrikan itu kapasitas, daya, jaringan distribusi yang dimiliki oleh PT. PLN (Persero) amat minim.

PT. PLN (Persero) berkedudukan sangat kuat untuk menentukan badan usaha apa saja yang dapat dan layak untuk bekerjasama dengannya di suatu wilayah usaha ketenagalistrikan, termasuk menentukan pola kerjasama, jenis teknologi pembangkit listrik dan lain sebagainya.

Sebagai alat ukur, Rifqinizamy memaparkan, ratio elektrifikasi Kabupaten Tanah Bumbu baru sekitar 52 persen. Sementara di Kabupaten itu terdapat kekayaan SDA berupa batubara yang berlimpah sebagai salah satu sumber energi pembangkit listrik yang murah dibanding solar.

"Hal itu pula yang dapat menjelaskan, mengapa di daerah yang kaya akan SDA sekalipun, kelangkaan listrik terus terjadi," katanya.

Ia pun menyimpulkan keberadaan Pasal 10 ayat (3) dan (4) UU 30/2009 Tentang Ketenagalistrikan nyata-nyata bersifat inkonstitusional. Hal ini dikarenakan keberadaan Pasal a quo, asas otonomi daerah sebagaimana amanah Konstitusi yang juga menjadi asas dalam UU a quo tercederai.

"Daerah yang semestinya dapat turut serta memberdayakan segala potensi yang ada pada dirinya untuk menyelesaikan urusan ketenagalistrikan, justru terhalang oleh ketentuan a quo," jelasnya,

Selain asas otonomi yang tercederai, keberlakuan Pasal 10 ayat (3) dan (4) dalam UU a quo juga nyata-nyata  bertentangan dengan Pasal 27 ayat (2), Pasal 28C ayat (1) dan Pasal 28H ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 sebagaimana didalilkan oleh pemohon. [wid

KHAS KALIMANTAN - BORNEO INDONESIA 4.5 5 Ahmad Faisal habis gelap-gelap lagi   Ahli HTN: UU Ketenagalistrikan Nyata-nyata Inkonstitusional ! Senin, 25 Maret 2013 , 20:59:00 WIB Lapora...


7 komentar:

Mohon komentarnya dengan bahasa yang sopan, terima kasih atas kunjungannya.